Pembajakan desain ukir kayu hasil kreatifitas para pengrajin mebel Jepara ternyata marak terjadi. Pemkab Jepara bekerjasama dengan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kementrian Hukum dan HAM RI melakukan upaya advokasi agar berbagai desain ukir Jepara tersebut tetap diakui sebagai hasil karya bangsa Indonesia.
Bupati Jepara, Hendro Martojo mengatakan hingga kini, sudah ada 99 upaya pembajakan desain ukir mebel di Jepara yang dilakukan oleh sejumlah pihak di luar negeri, khususnya negara Eropa yang berhasil digagalkan. Modus yang kerap dipakai dalam kasus ini, biasanya sebelum melakukan pembajakan mereka mengekspor produk mebel dari Jepara.
Setelah berjalan beberapa lama, mereka lantas membuat sendiri produk mebel dengan meniru desain ukir khas Jepara. Lalu, ukiran produk mebel tersebut kemudian diklaim sebagai hasil kreatifitas mereka. Setelah itu baru didaftarkan sebagai Haki di negaranya masing-masing.
Akibat praktek ini, kata Hendro perajin mebel ukir Jepara tidak bisa lagi mengekspor produknya ke negara tersebut. Sebab desain ukir yang digunakan sama dengan produk yang sudah dihasilkan oleh perajin di negara mereka.
“Ternyata banyak juga bule-bule yang suka membajak hasil kreatifitas ukir Jepara,” kata Hendro di ruang kerjanya, Selasa (1/3).
Untung saja, kata Hendro Pemkab melalui Jepara Furniture Design Centre (JFDC) dan Dirjen Haki bergerak cepat sehingga desain ukir yang dibajak tersebut berhasil diselamatkan. Upaya penyelamatan yang dilakukan dengan cara menelusuri berbagai dokumen dan literatur terkait, mulai dari berkas perjanjian ekspor yang pernah dilakukan di negara yang bersangkutan hingga penelusuran berbagai desain ukir yang dihasilkan para perajin Jepara.
“Agar kasus pembajakan ini tidak terus berulang, maka semua desain ukiran kita patenkan. Desain ukir dan mebel ukir merupakan hak Jepara, bukan pihak lain,” jelasnya.
Menurut Hendro kegiatan ekspor mebel Jepara mengalami pasang surut. Industri mebel Jepara pernah berjaya sekitar tahun 1999 dengan nilai ekspor sekitar 200 juta USD. Lalu setelah itu mengalami penurunan. Pada tahun 2001 nilai ekspor hanya 74 juta USD. Setelah itu perlahan-lahan ekspor mebel Jepara terus berbenah. Dan hasilnya, tahun 2010 lalu, nilai ekspor mencapai 117 juta USD. Namun khusus untuk penjualan mebel Jepara ke dalam negeri, Hendro mengklaim tidak ada masalah. Permintaan dari sejumlah wilayah di Indonesia seperti Aceh, Makassar, Mataram, Manado, Jakarta, Surabaya dan kota-kota besar lainnya tetap stabil dan bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
“Masyarakat Aceh ternyata sangat mainded dengan produk mebel Jepara. Bahkan mereka berani membayar 3 x lipat dari harga pasaran di Jepara,” terangnya. (Sulismanto)
sumber artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar